SELAMAT DATANG DI BLOG KAK NUR WIJI "Jika kamu tidak tahan dengan lelahnya BELAJAR maka kamu harus tahan dengan PERIHNYA KEBODOHAN" (Imam Syafii)

Rabu, 01 Juli 2020

Ilmuwan Islam

Sumber gambar: islamindonesia.id
Awal kemunculan dan perkembangan sains di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah ekspansi Islam itu sendiri. Dalam tempo lebih kurang 25 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. (632 M), kaum Muslim telah berhasil menaklukkan seluruh jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yang diistilahkan “pembukaan negeri-negeri” (futuh al-buldan) itu berlangsung pesat tak terbendung. Bagai diterpa gelombang tsunami, satu persatu, kerajaan demi kerajaan dan kota demi kota berhasil ditaklukkan. Maka tak sampai satu abad, pada 750 M, wilayah Islam telah meliputi hampir seluruh luas jajahan Alexander the Great diAsia (Kaukasus) dan Afrika Utara (Libya, Tunisia, Aljazair, dan Marokko), mencakup Mesopotamia (Iraq), Syria, Palestina, Persia (Iran), Mesir, juga semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugis) dan India.

Pelebaran sayap dakwah Islam ini tentu bukan tanpa konsekuensi. Seiring dengan terjadinya konversi massal dari agama asal atau kepercayaan lokal kedalamIslam, terjadi pula penyerapan terhadap tradisi budaya dan peradaban setempat. Proses interaksi yang berlangsung alami namun intensif ini tidak lain dan tidak bukan adalah gerakan “Islamisasi” (ada juga yang lebih suka menyebutnya sebagai naturalisasi, integralisasi, atau assimilasi), dimana unsur-unsur dan nilai-nilai masyarakat lokal ditampung, dipilih dan disaring dulu sebelum kemudian diserap. Hal-hal yang positif dan sejalan dengan Islam dipertahankan,  dilestarikan  dan  dikembangkan,  sementara  elemen-elemen yang tidak sesuai dengan kerangka dasar ajaran Islam ditolak dan dibuang.

Kaum Muslim pun terdorong untuk mempelajari dan memahami tradisi intelektual negeri-negeri yang ditaklukkannya.  Ini dimulai dengan penerjemahan karya-karya ilmiah dari bahasa Yunani dan Suryani  ke dalam bahasa Arab pada zaman pemerintahan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria. Pelaksananya adalah para cendekiawan dan paderi yang juga dipercaya sebagai pegawai pemerintahan. Akselerasi terjadi setelah tahun 750 M, menyusul berdirinya Daulat Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad. Khalifah al-Ma’mūn (w. 833 M) mendirikan sebuah pusat kajian dan perpustakaan yang dinamakan Bayt al- Hikmah. Menjelang akhir abad ke-9 Masehi, hampir seluruh korpus saintifik Yunani telah berhasil diterjemahkan, meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari kedokteran, matematika, astronomi, fisika, hingga filsafat, astrologi dan alchemy.  Muncullah orang-orang seperti Abu Bakar al-Razi (Rhazes), Jabir ibn Hayyan (Geber), al-Khawarizmi (Algorithm), Ibn Sina (Avicenna) dan masih banyak sederetan nama besar lainnya.

Kegemilangan itu berlangsung sekitar lima abad lamanya, ditandai dengan produktifitas yang tinggi dan orisinalitas luar biasa. Sebagai ilustrasi, al-Battani (w. 929) mengoreksi dan memperbaiki sistem astronomi Ptolemy, mengamati mengkaji pergerakan matahari dan bulan, membuat kalkulasi baru, mendesain   katalog   bintang,   merancang   pembuatan   berbagai   instrumen observasi,  termasuk  desain  jam  matahari  (sundial)  dan  alat  ukur  mural quadrant.

Ada banyak aspek yang menyebabkan sains atau komunitas ilmuwan berkembang, namun sekurangnya dapat dirangkum pada tiga faktor utama yang saling berkaitan: pertama, adanya suatu world view dari masyarakatnya yang mendukung, world view ini dapat berupa suatu pandangan hidup, agama, filosofi, dan lain-lain. Kedua, apresiasi dari masyarakat, yakni sikap dan penghargaan masyarakat terhadap para ilmuwan. Ketiga, adanya patronase dan dukungan dari penguasa.[1]

Sejarah  telah  membuktikan  betapa  dunia  Islam  telah  melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang sangat hebat dalam bidang sains, filsafat, politik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan bidang-bidang lainnya. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan. 

Salah satu ilmuwan islam yang dikenal sebagai Bapak Optik dan ahli dibidang matematika dapat dilihat pada video berikut.




[1] Muhammad Abduh, Peradaban Sains dalam Islam (Palembang: IAIN Raden Fatah, 2003), 10-11.


0 komentar:

Posting Komentar